Kamis, 09 Juni 2016

PELAYANAN FARMASI

NAMA : PUJA ELLISA
NIM    : 201531350
PELAYANAN FARMASI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan yang mempunyai peran penting dalam mewujudkan kesehatan bermutu, dimana apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Layanan kefarmasian  selain menjadi tuntutan profesionalisme juga dapat dilihat sebagai faktor yang menarik minat konsumen terhadap pembelian obat di apotek. Pelayanan kefarmasian meliputi penampilan apotek, keramahan petugas, pelayanan  informasi obat, ketersediaan obat, dan kecepatan pelayanan.
Apotek sebagai sarana kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendapatkan obat. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) 51 Tahun 2009, apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Depkes, 2009). Perkembangan yang pesat telah terjadi di apotek dengan bergesernya orientasi seorang apoteker dari product atau drug oriented menjadi patient oriented, yang bertujuan membantu pasien memperoleh dan menggunakan obat yang tepat.


BAB II
LATAR BELAKANG

2.1 PELAYANAN FARMASI
Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan  bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kesehatan pasien (Depkes, 2009).
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).

Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara sendiri.

Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga     dapat     memberikan     Pelayanan     Kefarmasian  secara



komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik.
Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif.


2.2  TUJUAN PELAYANAN FARMASI
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a.         penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b.         penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;
c.         memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

2.3  STANDAR PELAYANAN FARMASI
2.3.1 Penampilan apotek

Dalam hal pemilihan lokasi apotek hendaknya mempertimbangkan keadaan sekitar, misalnya adanya sarana kesehatan baik rumah sakit, praktek dokter, mantri (desa), bidan, klinik, dan puskesmas, selain itu hendaknya dipilih daerah yang dekat dengan pusat keramaian seperti pasar atau terminal dan juga pemukiman penduduk (Muslicnah, 2010). Penampilan apotek adalah keadaan secara fisik dari penampilan apotek menyangkut penataan ruang tunggu dan  desain interior (etalase obat), kebersihan dan kenyamanan ruang tunggu serta fasilitas penunjang lainnya seperti adanya TV, AC, koran, toilet, telpon dan penampilan petugas, serta informasi secara umum berupa poster maupun papan pemberitahuan tentang prosedur pelayanan. Lingkungan fisik apotek harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional dan profesional (Ifmaily, 2006).







2.3.2        Keramahan Petugas Apotek


Sistem pelayanan kepada pelanggan harus ramah (senyum, sapa, salam),  cepat, tepat, serta dengan informasi yang jelas. Keramahan pada pelanggan sangat penting agar mereka merasa dihargai, sehingga bisa menjadi pelanggan yang setia. Petugas melakukan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan (Walgito, 2006). Hal tersebut dapat dicapai apabila jumlah petugas cukup, sehingga beban pekerjaan tidak terlalu berat, dengan demikian akan memberi kesempatan kepada petugas untuk bersikap ramah. Baik atau buruknya suatu pelayanan kesehatan menurut pasien diantaranya adalah dari sikap petugas kesehatan. Pelayanan kesehatan dipandang baik karena petugasnya ramah, bersahabat, sabar dan komunikatif. Sebaliknya jika pelayanan kesehatan dianggap kurang baik karena petugasnya kasar dan berbicara kurang sopan (Yunevy dan Haksamana, 2013).

2.3.4        Pelayanan Informasi Obat di Apotek


Informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan obyektif diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi, toksikologi, dan farmakoterapi obat. Pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian pengevaluasian, pengindeksan, pengorgarnisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusian, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentuk dan berbagai metode kepada pengguna. Perilaku penggunaan obat oleh pasien dapat dipengaruhi tingkat pengetahuan pasien dan efektifitas informasi yang diterima oleh pasien mengenai obat yang digunakan. Pelayanan informasi obat kepada pasien  bertujuan  agar  pasien  mengetahui  penggunaan  obat  yang  diterima
Informasi yang diberikan antara lain nama obat, indikasi obat, dosis, cara penggunaan, interaksi obat atau dengan makanan, efek samping, dan cara penyimpanan (Siregar, 2005), sehingga dapat disimpulkan Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi serta rekomendasi obat yang akurat oleh apoteker kepada pasien.

2.3.5        Ketersediaan Obat di Apotek


Lengkap dan akurat dalam penyediaan obat harus sesuai dengan standar penyediaan obat di apotek yaitu meliputi obat  bebas, obat bebas terbatas, dan  obat OWA (Obat Wajib Apotek). Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan obat yang memiliki logo lingkaran berwarna hijau dan lingkaran berwarna biru yang meliputi obat penurun panas, batuk dan vitamin, sedangkan obat OWA meliputi obat oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuscular (analgesik), antiparasit dan obat kulit (BPOM, 2004). Ketersediaan obat merupakan salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan dalam menentukan jenis dan jumlah obat yang ada di dalam apotek. Ketersediaan obat di apotek merupakan faktor utama dalam menghadapi persaingan dengan apotek sekitarnya. Pemesanan obat di  pesan dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) dengan memberikan SP (Surat Pesanan) yang ditanda tangani oleh apoteker penanggung jawab apotek. Ketersediaan obat dalam suatu apotek meliputi variasi jenis,  tipe  ukuran  kemasan barang yang dijual, dan macam-macam rasa dari suatu produk yang akan dibeli (Yuliana, 2009).



2.3.6        Kecepatan Pelayanan Petugas Apotek


Kecepatan yaitu suatu kemampuan untuk mencapai target secara cepat sesuai waktu yang ditentukan. Pelayanan adalah suatu bagian atau urutan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan (Oktavia.,dkk, 2012). Dapat disimpulkan kecepatan pelayanan adalah target pelayanan yang dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan pelayanan dengan tujuan tercapainya kepuasan pelanggan. Secara teoritis pasien tidak ingin mengalami kesulitan atau membutuhkan waktu yang lama dan antrian yang panjang untuk menunggu, tidak berdaya serta merasa terlantar, apabila keinginan pasien dengan cepat mendapatkan pelayanan terpenuhi maka akan timbul rasa kepercayaan pasien untuk kembali membeli obat di tempat tersebut (Trimurthy, 2009). Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran sampai pada waktu pulang (Naik dkk, 2010)

2.4      INDIKATOR
2.4.1 Pelayanan Obat
Dalam hal pelayanan obat, secara keseluruhan di empat kota, diketahui bahwa yang paling banyak dikerjakan di apotek adalah pemeriksaan kesesuaian jumlah/ jenis obat dengan resep (sebesar 90,24% responden) dan pemeriksaan kesesuaian penulisan etiket dengan resep (sebesar 89,02% responden). Sedangkan pelayanan obat yang paling banyak tidak dikerjakan adalah mengunjungi rumah pasien sesuai dengan kebutuhan (hanya 21,95% responden), pemeriksaan kelengkapan resep selalu dilakukan oleh apoteker ( hanya 35,37% responden), pengambilan obat menggunakan sarung tangan/ alat / spatula (hanya 37,80% responden) dan pemeriksaan kerasionalan resep selalu dilakukan oleh apoteker (hanya 37,80% responden).
2.4.2  Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pasien
Dari segi komunikasi, informasi dan edukasi pasien, yang paling banyak dikerjakan adalah pemberian informasi obat yang jelas dan profesional, meliputi : Cara pemakaian obat (sebesar 89,02% responden), Cara penyimpanan obat (sebesar 78,05% responden), sedangkan yang paling banyak tidak dikerjakan adalah melakukan pencatatan data pasien yang sering berkonsultasi, meliputi : Pendidikan (hanya 19,51% responden), pekerjaan (hanya 24,39% responden), berat badan untuk pasien anak (hanya 36, 59% responden), penyakit yang pernah diderita sebelumnya (hanya 36,59% responden), pemakaian obat sebelumnya untuk penyakit tersebut (hanya 36,59% responden), jenis kelamin (hanya 43,90% responden), alergi dan efek samping terhadap obat yang pernah dialami (hanya 42,68% responden), dan keluhan/gejala penyakit pasien (hanya 43,90% responden).

2.4.3 Pengelolaan Obat
Dalam kegiatan pengelolaan obat, yang paling banyak dikerjakan di apotek adalah pemeriksaan fisik obat, kemasan dan tanggal kadaluwarsa (sebesar 100% responden) dan penyimpanan narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan (sebesar 97,56% responden). Kegiatan pengelolaan obat di apotek sudah cukup baik, hanya beberapa yang masih kurang, yaitu memusnahkan resep yang telah tersimpan selama tiga tahun menurut tata cara pemusnahan resep (hanya 69,51% responden).

2.4.4  Ketenagaan
Sebagian besar apotek memiliki asisten apoteker (sebesar 98,78% apotek) dan hampir semuanya selalu siap, ramah dan sopan melayanai konsumen (sebesar 93,9% responden). Ketersediaan apoteker pendamping/ apoteker lain jika APA berhalangan (hanya 29,27% apotek) dan sebagian besar personil kurang memperhatikan pakaian, yang memakai pakaian rapi atau seragam dan menggunakan name tag selama di apotek sebesar 53,66%.
2.4.5   Bangunan
Jika dilihat dari faktor bangunan, maka sebagian besar apotek tersedia ruang peracikan dan penyerahan resep (sebesar 98,78% apotek) dan ruang tunggu pasien (sebesar 97,56% apotek), sedangkan yang paling banyak tidak tersedia adalah ruang apoteker/Ruang konsultasi pasien dengan Apoteker (hanya 51,22% apotek). Hampir semua apotek sudah memenuhi kelengkapan bangunan apotek, termasuk tersedianya alat pemadam kebakaran, hanya 4,88% apotek yang tidak memilikinya. Peralatan dan Fasilitas Pendukung di apotek juga sudah dapat dipenuhi oleh sebagian besar apotek, hanya kotak saran dan komputer yang masih belum dapat dipenuhi. Kotak saran hanya dimiliki oleh 34,15% apotek responden dan komputer hanya dimiliki oleh 58,54%.
2.5 PROSEDUR DAN HAL-HAL LAIN YANG BERKAITAN DENGAN PELAYANAN FARMASI YANG BAIK.
Mendengarkan keluhan dan atau permintaan obat dari pasien.
Menggali informasi dari pasien meliputi antara lain :
  • Untuk siapa obat tersebut
  • Tempat timbulnya gejala penyakit
  • Seperti apa rasanya gejala penyakit
  • Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya
  • Sudah berapa lama gejala dirasakan
  • Ada tidaknya gejala penyerta
  • Pengobatan yang sebelumnya telah dilakukan
  • Obat lain yang dikonsumsi untuk pengobatan penyakit lainnya.
  • Informasi lain sesuai kebutuhan












BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Perkembangan dan adanya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi Apoteker untuk meningkatkan kompetensinya. Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi  produk menjadi orientasi pasien untuk itu kompetensi Apoteker perlu  ditingkatkan secara kontinu agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan, sehingga dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian













DAFATAR PUSTAKA
1.      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
2.      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek


Tidak ada komentar:

Posting Komentar